Sore yang mendung (jilid2)
Sore yang mendung (jilid2)
Senin, 25 September 2017.
Angkot bergerak dengan berpenumpang 3 orang.
Di persimpangan bawah kolong jalan tol, sang sopir gamang diantara
himpitan mobil2 mewah dan angkot2 lain
yg beringgas, berkejaran menembus kepadatan lalin, Mengejar lampu hijau. Dengan
mengeluarkan Tenaga, dia mencoba memindahkan kopling tuk menggerakkan mobil
dengan cepat mengikuti arus mobil. Tapi sayang, dia terlalu lambat untuk
mengejar semuanya. Himpitan mobil lain di kiri kanannya tak sanggup dia kendalikan.
Angkot terhenti lagi menunggu, dihadang lampu merah.
Bbrp menit berlalu, akhirny lampu hijau memberikan peluang
untuk bergerak maju. Lagi2 supir kurang gesit dan sigap mengendalikan mobilnya.
Akhirnya aku mencoba menolongnya dengan memberi isyarat tangan tuk mengarah ke ruas
jalan yg lebih lengang. Tiba di termianl, ternyata 2 penumpang turun.
Tinggallah aku seorang diri bersama supir.
Mobil tetap bergerak perlahan tanpa henti, karena setiap
titik2 tempat mengambil penumpang sudah ada angkot lain yg berhenti. Terbesit
dalam benakku… “wah bakalan ngetem nih di ujung jalan setelah tikungan pasar
jumat.”
Dugaanku tepat. Mobil ngetem hampir sekitar 3 menit. Supir
berusaha berteriak menawarkan kpd setiap orang yang melintasi mobilnya. Selama
itu hanya satu penumpang yang naik, seorang ibu. Tiba2 saat itu terlintas dalam
pikiranku…”sampai kapan mobil akan ngetem, disuasana sore yang semakin mendung
dan hujan rintik mulai turun”. Aku mencoba bertahan di dalam angkot. Aku
mencoba menanti, Guratan takdir
apakah yang akan ditorehkan oleh Tuhan kepada sang sopir tua dengan angkot tuanya?
(to be continued).
@senin, 15 Juni 2020#PSBB transisi
Komentar
Posting Komentar