Sawangan.


Resume ke-   : 19
Hari/Tanggal  : Senin/15 November 2021
Tema              : Menulis Dikala Sakit
Nara sumber  : Suharto, S,Pd., M.Pd.
Moderator      : Hasima Abdi Putri

Perjuangan Tak Kenal Lelah

Hidup adalah sebuah misteri. Kita tak dapat memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Apapun  yang terjadi hidup harus tetap dijalani  dan berlanjut. Semua takdir sudah digariskan oleh yang Maha Kuasa. 

Kali ini saya akan menorehkan kisah ispiratif. Seorang pendidik yang berkeinginan menjadi seorang penulis. Berawal dari cita-cita menjadi seorang penulis, ia berupaya melakukan berbagai kegiatan untuk memuluskan cita-cita tersebut. Mulai dari membeli berbagai buku terkait penulisan, mengikuti  pelatihan jurnalistik hingga terlibat langsung dalam penulisan. Namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Ia tetap tidak mampu menulis. Tulisannya tidak dinamis, kering dan kaku. Rangkaian kalimat yang ia tuliskan tidak indah. Diksi yang digunakan tidak variatif sehingga tidak menciptakan kalimat yang hikmat.

Keadaan demikian tidak membuat ia surut semangat. Berada dalam lingkaran gaung literasi di sekolah ia mencoba mengais asa. Ia amati peserta didik dalam aktivitas literasi. Ia perhatikan mereka melahap kata demi kata di lembaran kertas buku. Merangkai baris demi baris hingga menjadi karya tulisan, buku antologi. Suasana membaca itu sudah tak asing lagi baginya. Ia terbiasa membawa dan membaca buku. Melihat realita siswa mampu menelurkan karya buku antologi, tergerak hati nya untuk mengikuti jejak sejarah peserta didiknya. Rasa ingin menulis itu kian kuat menghunjam di hatinya.

Ia mulai membongkar informasi terkait dunia tulis menulis. Ia mencari wadah untuk menyalurkan keinginannya. Matanya liar menelusuri laman facebook. Mencari asa. Akhirnya bersua dengan para ahli di bidangnya, penulis. Ia berkenalan dengan pak Namin, Om Jay, Om Dedi. Ikut andil dalam giat mereka di tulis menulis. Dari berbagai kegiatan inilah ia akhirnya mendapat ilmu menulis. Ia mengingat kalimat  yang diluncurkan milik om Jay: “Tulis apa yang ada disekitar kita, tulis yang sederhana dahulu, tulis yang kamu bisa dan kuasai, serta mulailah menulis apa yang kamu alami dan rasakan". Akhirnya ada kalimat yang ia anggap inspiratf yang keluar dari bibir Om Jay: "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi". Kalimat inspiratif ini menjadi motivasi baginya. Kalimat ini pulalah yang menginspirasinya untk membuat kalimat yang sepadan yaitu "Menulislah setiap hari dan lihatlah apa yang terjadi".  Pada akhirnya munculkan satu karya darinya, buku antologi pertama berjudul “Bukan Guru Biasa" 2016
 
Tak henti ia menuntut ilmu. Terus berguru. Masuk  dalam komunitas Media Guru. Akhirnya rasa bangga dalam diri muncul karena mampu menciptakan buku solo "Mengejar Azan". Buku berkisah tentang perjalanannya yang tak henti menuntut ilmu. Dalam kebahagiaan, cover bukunya ini ia abadikan ke dalam sebuah lukisan. Ia sudah mampu menjadi seorang penulis. 


Namun kebahagiaan dan kebanggaan diri yang melambung dihempaskan tiba-tiba secara dasyat. Sang pencipta memberikan ujian kehidupan. Menggelontorkan takdir lain. Mengambil wujud raganya yang tinggi, gagah, ganteng. Hanya menyisakan mata, telinga, dan otak. Nafaspun nyaris terbang menghilang jika terlambat diikat.

Ia, sang penulis, tergeletak tak berdaya selama sekitar 4 bulan dalam ruang medis. Ruang yang tak tersentuh oleh sembarang insan, ruang steril. Ruang yang digunakan pasien karena kondisi khusus yang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan serta pengawasan khusus pula. Ruang High Care Unit (HCU) dan Intensive Care Unit (ICU). 

Ujian kehidupan tidak berhenti sampai di ruang medis. Dampak terbesarnya, ia tidak mampu melakukan mobilitas diri sebagaimana dahulu. Ia menjadi lumpuh. Tak mampu mengerakkan raga. Ia tak kuasa menggerakkan tangan dan kaki. Raga terbaring tak berdaya. 
Hari berganti minggu. minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Rasa bosan yang mendalam menghunjam di dada. Terputus dari keramaian dan gegap gempita dunia. Sepi dari hingar bingar aktivitas insan di luar. Tak tersentuh peradaban. 

Pada akhirnya jemari tangan dan kakinya mulai dapat digerakkan walupun perlahan dan terbatas. Asa lambat laun menyeruak. Keinginan bergesekan dengan nuasa kehidupan mulai terbentuk. Dia mencoba berkolaborasi dengan gawai sang istri yang kebetulan tergeletak didekatnya. Ia berusaha membuka komunikasi dengan dunia luar. Mengenang kembali gawai miliknya yang terabaikan selama 1,5 tahun. Ia meminta sang istri untuk mendekatkan gawainya kepadanya. Mengaktifkan kembali gawainya.

Dengan gawainya, mulailah sejarah baru dalam kehidupannya bergulir perlahan. Dengan perjuangan, ia mulai menelusuri jejak akunnya di media sosial. Ia mencoba membuka akun facebook. Menulis perjalanan takdir kehidupannya di sana. Tulisan-tulisannya meninggalkan empati dan simpati dari para pembaca. Lambat laun ia menuliskan segala hal yang dilihat, didengar dan pernah dibaca. Pada akhirnya, ia memutuskan untk menuliskan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ia menulis artikel terkait motivasi hidup. Selain itu menulis segala hal terkait dengan kondisi dirinya.

Tenggelam dalam dunia tulis menulis membuat ia tidak menyadari bahwa ia dalam kondisi sakit. Namun kesadaran itu muncul ketika raganya satu demi satu mulai dapat digerakkan. Lebih jauh, banyak respon positif menghampiri tulisan-tulisannya. Hal ini memunculkan semangat yang membara dalam dirinya utnuk menelorkan tulisan-tulisan yang inspiratif buat orang lain, ia menulis banyak hal terkait apapun. Ia menulis dimanapun. Ia menulis dalam keadaan apapun. Ia menulis dalam keterbatasan fisik.

Di tengah keterbatasan mobilitas, penawaran datang dari seorang sahabat yang ia kenal, Om Jay. Om Jay mengajak nya mengikuti pelatihan menulis. Penawaran sekaligus tantangan ini ia raih. Gayung bersambut. Tulisannya terus bergulir. Ia menulis melalui Gawai. Tulisan itu kemudian ditransfer ke blog dan face book. Ia selalu terkenang kalimat ajaib “Menulis lah setiap hari dan lihatlah apa yang terjadi”. Kalimat inilah yang menjadi penyemangatnya untuk menulis.

Keindahan menulis tidak ia nikmati sendiri. Ia ingin berbagi. Ia mengajak insan lain untuk mengikuti jejaknya, menulis. Namun keindahan tidak selalu bersambut positif. Selain apresiasi ada cemooh yang datang padanya. Ia tetap konsisten dengan passionnya, menulis. Tetap berjuang. Pantang surut ketika sudah melangkah.

Perjuangannya menelurkan hasil. Para pengikut jejak nya mulai bermunculan. Teman-temannya, murid-muridnya mulai menulis. Pada akhirnya mereka menghasilkan dan mempunyai karya sendiri. Mereka menulis karena terinspirasi oleh rekam jejak kehidupannya.

Ada satu momen, ia menyerahkan hasil karya tulisan sebanyak 12 buku dengan 6 judul. Ia menyerahkan buku-bukunya dalam kondisi masih duduk di kursi roda. Peristiwa ini diabadikan lewat bidikan kamera. Foto terkait peristiwa ini diteruskan ke satu lembaga pemerintah yaitu Kanwil Kementerian Agama Jakarta. Akhirnya, ia diwawancarai untuk persiapan peristiwa tanggal 26 November pada hari guru. Ia adalah seorang penulis sekaligus seorang pendidik pengampu mata pelajaran Fikih pada MTsN 5 Jakarta, bapak Suharto, S.Ag., M.Pd.


Hasil goresan penanya selama dalam cobaan Illahi, yaitu:
1. GBS Menyerangku (2020)
2. Menuju Pribadi Unggul (2020)
3. Belajar Tak Bertepi (2021)
4. Kisah inspiratif Seni Mendidik Diri (2021)
5. 6.Aisyeh Menunggu Cinte (2021)
6. Menepis Kesulitan Belajar (2021)
Masih dalam proses
1. Kado Spesial Sang Bintang
2. Lentera Ramadan
3. Cing Ato Berpantun
4. Cing Ato Berpuisi
5. Menulis di Kala Sakit
Masih dalam ide
1. Menyongsong pendidikan abad 21
2. Guru Berkharisma
3. Belajar Fikih ( buku pelajaran)

Sejatinya tak henti belajar dan berjuang akan membuahkan hasil yang indah. Teruslah menulis. Teruslah membaca. Menulis dan membaca ibarat dua sisi mata uang, tak terpisahkan. Teruslah berkarya. 





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENJADIKAN MENULIS SEBAGAI PASSION

Ide Menulis Bagi Guru (9)

Komitmen Menulis di Blog (8)